Jumat, 14 Januari 2011

Tugas Cyber Law

Etika cyber law
**Artikel ini diterbitkan sebagai pemenuhan tugas atas mata kuliah Etika Profesi Yang dikomandoi oleh Bapak Basuki Rahmat selaku dosen mata kuliah ini. Dan Topik yang saya angkat adalah Cyber-Law yang memfokuskan pada “Hacker Dan Cracker”.**
<<>>
Perkembangan dan laju teknologi berkembang bagai roket yang meluncur dengan cepat. Pesatnya perkembangan teknologi terutama dibidang komputer dan system informasi menimbulkan banyak perubahan baik untuk software maupun hardware dan tak kalah ekstrimya dampak yang timbul dari imbas kemajuan teknologi. Seiring dendan dampak psitif yang timbul muncul pula dampak negative dai pemanfaatan teknologi informasi. Karna alas an tersebutlah perlu adanya peran etika dalam dunia informasi Sehingga pemanfaatan teknologi dapat optimal dan tetap pada aturan dan batasan-batasan yang ada
<>
Definisi Etika
Etika merupakan dari kata Latin “ethicos” yang berarti kebiasaan. Dan pada bahasa Yunani (ethos) yang berarti watak. Namun lambat laun pengertian ini berubah, bahwa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
Keterikatan etika dengan pemanfaatan teknologi adalah etika dipakai sebagai acuan dalam mengetahui apa saja yang perlu untuk dilakukan dan apa saja yang tidak boleh untuk digunakan. Diharapkan dengan adanya penerapan etika ini, kita dapat terhindar dari hal – hal yang bisa menjerumuskan kita pada kejahatan di bidang teknologi informasi dan kita bisa mengetahui batasan – batasan dalam pemanfaatan perkembangan teknologi informasi. Kita tahu sendiri dengan adanya Internet semua hal terpaparkan dan tersebar baik hal baik maupun hal jelek. Oleh karena itu, dengan adanya perkembangan tersebut yang cukup signifikan diharapkan seseorang mampu memilah dan memanfaatkan kecanggihan teknologi secara optimal dengan adanya etika.
Etika juga berperan dalam mencegah adanya kejahatan di bidang teknologi informasi . Mengingat saat ini dengan adanya perkembangan teknologi informasi juga muncul pula benih-benih kejahatan di bidang teknologi informasi. Kejahatan dibidang ini dapat terlihat dengan jelas yaitu dengan pemanfaatan internet.
Dalam dunia teknologi informasi kejahatan dibidang ini dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
1.Kejahatan yang menggunakan perangkat TI sebagai alat bantu
2.Kejahatan dengan internet yang merusak sistem komputer
Dengan adanya kejahatan tersebut tentunya seseorang yang menggunakan perangkat TI mampu untuk mengambil sikap untuk bisa terhindar dari kejahatan tersebut, karena tentunya bisa merugikan orang lain dan bahkan diri sendiri. Ada kejahatan tentunya ada hukum yang berlaku.
Cyber Law atau hukum cyber yang secara internasional digunakan sebagai istilah hukum yang mengatur dalam pemanfaatan teknologi informasi dan tentunya segala hal tindak kriminal di dunia TI. Walaupun kejahatan itu bersifat virtual atau berada di dunia maya namun dampak yang dirasakan oleh korban cukup merugikan sehingga pelaku perlu mendapatkan hukuman yang setimpal dengan apa yang telah dilakukan. Ada beberapa aspek hukum yang menyangkut kejahatan TI yang diantaranya adalah sebagai berikut :
~ e-commerce
~ Trademark/domain
~ Privasi dan keamanan di internet
~ Hak cipta
~ Pencemaran nama baik
~ Pengaturan isi
~ Penyelesaian perselisihan
Cybercrime merupakan bentuk – bentuk kejahatan yang ditimbulkan karena pemanfaatan internet. Perbuatan ini tentunya kegiatan yang melanggar hukum dengan menggunakan media internet sebagai alat bantu untuk melaksanakan perbuatan yang bisa merugikan orang lain, instansi atau perusahaan dengan kecanggihan teknologi informasi ini.
Dalam cybercrime ada beberapa jenis kejahatan yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
?Berdasarkan jenis aktivitasnya
~Unauthorized Access
~Illegal contents
~Penyebaran virus yang disengaja
~Data forgery
~Cyber espionage, sabotage and extortion
~Cyberstalking
~Carding
~Hacking and cracking
~Cybersquatting and Typosquatting
~Hijacking
~Cyber Terorism
?Berdasarkan motif kegiatannya
~Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
~Cybercrime sebagai kejahatan “abu – abu”
~Cybercrime yang menyerang individu
~Cybercrime yang menyerang hak milik
~Cybercrime yang menyerang pemerintah
Itu tadi sepenggalan informasi sedikit tentang etika,guna dan kegunaan cyberlaw.
Pustaka ada di:
Untuk kejahatan Cyber Terutama Hacker And Cracker akan dibahas di artikel berikutnya
Greetz:
*Allah swt Thankz 4 soil, water , air was free
*My mOm Alafu Mom…
*My Sweety Abang gk nakal ko…
*Boweat penghuni Kontrakan Wisma Kedung Asem J1 kEepon Solid Dulur
Pendapat tentang Cyberlow
Munculnya kejahatan diinternet pada awalnya banyak terjadi pro-kontra terhadap penerapan hukum yang harus dilakukan. Hal ini direnakan saat itu sulit untuk menjerat secara hukum para pelakunya karena beberapa alasan. Alasan yang menjadi kendala seperti sifat kejahatannya bersifat maya, lintas negara, dan sulitnya menemukan pembuktian.
Hukum yang ada saat itu yaitu hukum tradisional banyak memunculkan pro-kontra, karena harus menjawab pertanyaan bisa atau tidaknya sistem hukum tradisional mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukan di Internet. Karena aktifitas di internet memiliki karakteristik;
– Pertama, karakteristik aktivitas di Internet yang bersifat lintas-batas, sehingga tidak lagi tunduk pada batasan-batasan teritorial.
– Kedua, sistem hukum traditional (the existing law) yang justru bertumpu pada batasan-batasan teritorial dianggap tidak cukup memadai untuk menjawab persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat aktivitas di Internet.
Kemunculan Pro-kontra mengenai masalah diatas ini sedikitnya terbagai menjadi tiga kelompok, yaitu :
• Kelompok pertama secara total menolak setiap usaha untuk membuat aturan hukum bagi aktivitas-aktivitas di Internet yang didasarkan atas sistem hukum tradisional/konvensional.
• Kelompok kedua berpendapat sebaliknya, bahwa penerapan sistem hukum tradisional untuk mengatur aktivitas-aktivitas di Internet sangat mendesak untuk dilakukan.
• Kelompok ketiga tampaknya merupakan sintesis dari kedua kelompok di atas. Mereka berpendapat bahwa aturan hukum yang akan mengatur mengenai aktivitas di Internet harus dibentuk secara evolutif dengan cara menerapkan prinsip-prinsip common law yang dilakukan secara hati-hati dan dengan menitik beratkan kepada aspek-aspek tertentu dalam aktivitas cyberspace yang menyebabkan kekhasan dalam transaksi- transaksi di Internet.
Pada hakekatnya, semua orang akan sepakat (kesepakatan universal) bahwa segala bentuk kejahatan harus dikenai sanksi hukum, menurut kadar atau jenis kejahatannya. Begitu juga kejahatan Teknologi Informasi apapun bentuknya tergolong tindakan kejahatan yang harus dihukum, pertanyaan yang sering diajukan adalah apakah perundangan di Indonesia sudah mengatur masalah tersebut?.

Pendapat dua kelompok di atas mendorong diajukannya tiga alternatif pendekatan dalam penyediaan perundang-udangan yang mengatur masalah kriminalitas Teknologi Informasi, yaitu :
– Alternatif pertama adalah dibuat suatu Undang – Undang khusus yang mengatur masalah Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi
– Alternatif kedua, memasukkan materi kejahatan Teknologi Informasi ke dalam amandemen KUHP yang saat ini sedang digodok oleh Tim Departemen Kehakiman dan HAM
– Alternatif ketiga, melakukan amandemen terhadap semua undang – undang yang diperkirakan akan berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi
Prinsip dan Pendekatan Hukum

Dengan adanya kejahatan-kejahatan dan kendala-kendala hukum bidang teknologi informasi seperti yang dibahas pada sub bab sebelumnya saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan Hukum Siber. Istilah hukum siber diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Technology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual.

Dalam ruang siber pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat karena hukum dan pengadilan Indonesia belum memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia.

Dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis jurisdiksi, yaitu :
– jurisdiksi untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe),
– jurisdiksi untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan
– jurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate).

Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
– Pertama, subjective territoriality,
– Kedua, objective territoriality,
– Ketiga, nationality
– Keempat, passive nationality
– Kelima, protective principle,
– keenam, asas Universality.

Asas Universality selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus siber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”.
Perspektif Cyber low dalam Hukum Indonesia

Dilihat dari kejadian-kejadian kriminalitas internet dan begitu berkembangnya pemakaian atau pemanfaaatan di Indonesia maupun di dunia Internasional, sudah saatnya pemerintah Indonesia menerapkan cyber law sebagai prioritas utama.

Urgensi cyber law bagi Indonesia terletak pada keharusan Indonesia untuk mengarahkan transaksi-transaksi lewat Internet saat ini agar sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati dan keharusan untuk meletakkan dasar legal dan kultural bagi masyarakat Indonesia untuk masuk dan menjadi pelaku dalam masyarakat informasi.

Pemerintah Indonesia baru saja mengatur masalah HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), No 19 tahun 2002. Namun undang-undang tersebut berfokus pada persoalan perlindungan kekayaan intelektual saja. Ini terkait dengan persoalan tingginya kasus pembajakan piranti lunak di negeri ini. Kehadiran UU tersebut tentu tidak lepas dari desakan negara-negara produsen piranti lunak itu berasal. Begitu juga dengan dikeluarkannya UU hak patent yang diatur dalam UU no 14 tahun 2001, yang mengatur hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Terlepas dari masalah itu, sebenarnya kehadiran cyberlaw yang langsung memfasilitasi eCommerce, eGovernment dan cybercrime sudah sangat diperlukan.
Perundangan Pemanfaatan Teknologi Informasi di Indonesia

Dalam RUU pemanfaatan teknologi informasi di Indonesia telah dibahas berbagai aturan pemanfaatan teknologi informasi atau internet di berbagai sektor atau bidang. Aturan ini dibuat karena kemunculan sejumlah kasus yang cukup fenomenal di dunia internet yang telah mendorong dan mengukuhkan internet sebagai salah satu institusi dalam arus utama (mainstream) budaya dunia saat ini.

Munculnya perundangan pemanfaatan teknologi informasi kerena didorong peritmbangan-pertimbangan seperti; pertumbuhan teknologi informasi yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat; globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan pemanfaatan teknologi informasi di tingkat nasional sebagai jawaban atas perkembangan yang terjadi baik di tingkat regional maupun internasional

SUMBER :
www.digi-ti.com
http://www.bcs.org
PELANGGARAN ETIKA SEORANG IT
PELANGGARAN ETIKA SEORANG PROFESIONAL TEKNOLOGI INFORMASI(TI)
Didalam organisasi modern, dan dalam bahasan ekonomis secara luas, informasi telah menjadi komoditas yang sangat berharga, dan telah berubah dan dianggap sebagai sumber daya habis pakai, bukannya barang bebas.

Dalam suatu organisasi perlu dipertimbangkan bahwa informasi memiliki karakter yang multivalue, dan multidimensi. Dari sisi pandangan teori sistem, informasi memungkinkan kebebasan beraksi, mengendalikan pengeluaran, mengefisiensikan pengalokasian sumber daya dan waktu. Sirkulasi informasi yang terbuka dan bebas merupakan kondisi yang optimal untuk pemanfaatan informasi.

Selain dampak positif dari kehadiran teknologi informasi pada berbagai bidang kehidupan, pemakaian teknologi informasi bisa mengakibatkan atau menimbulkan dampak negatif bagi pengguna atau pelaku bidang teknologi informasi itu sendiri, maupun bagi masyarakat luas yang secara tidak langsung berhubungan dengan teknologi informasi tersebut.

I Made Wiryana pakar teknologi informasi Indonesia, berpendapat bahwa potensi-potensi kerugian yang disebabkan pemanfaatan teknologi informasi yang kurang tepat menumbulkan dampak-dampak sebagai berikut :
• Rasa ketakutan.
• Keterasingan.
• Golongan miskin informasi dan minoritas.
• Pentingnya individu
• Tingkat kompleksitas serta kecepatan yang sudah tak dapat ditangani
• Makin rentannya organisasi
• Dilanggarnya privasi.
• Pengangguran dan pemindahan kerja
• Kurangnya tanggung jawab profesi.
• Kaburnya citra manusia.

Informasi jelas dapat disalah-gunakan. Polusi informasi, yaitu propagasi informasi yang salah, dan pemanfaatan informasi (baik benar atau salah) untuk mengendalikan hidup manusia tanpa atau dengan disadari merupakan suatu akibat dari penyalah-gunaan ini. Begitu juga informasi yang tidak lengkap bisa menimbulkan salah persepsi terhadap yang menerima atau membacanya. Misinformasi akan terakumulasi dan menyebabkan permasalahan pada masyarakat. beberapa langkah strategis yang dapat diimplementasikan untuk mengurangi dampak buruk tersebut, antara lain :
• Disain yang berpusat pada manusia.
• Dukungan organisasi.
• Perencanaan pekerjaan (job).
• Pendidikan.
• Umpan balik dan imbalan.
• Meningkatkan kesadaran publik
• Perangkat hukum.
• Riset yang maju.

Etika Penggunaan Teknologi Informasi
Etika secara umum didefinisikan sebagai suatu kepercayaan atau pemikiran yang mengisi suatu individu, yang keberadaanya bisa dipertanggung jawabkan terhadap masyarakat atas perilaku yang diperbuat. Biasanya pengertian etika akan berkaitan dengan masalah moral.
Moral adalah tradisi kepercayaan mengenai perilaku benar dan salah yang diakui oleh manusia secara universal. Perbedaanya bahwa etika akan menjadi berbeda dari masyarakat satu dengan masyarakat yang lain.

Sebuah survei menyebutkan bahwa penggunaan software bajakan yang berkembang di Asia saat ini bisa mencapai lebih dari 90 %, sedangkan di Amerika kurang dari 35 %. Ini bisa dikatakan bahwa masyarakat pengguna software di Asia kurang etis di banding di Amerika. Contoh lain misalnya kita melihat data orang lain atau perusahaan lain yang menjadi rahasinya, berarti kita bertindak kurang etis.

Pentingnya Etika Komputer
Menurut James moor, terdapat tiga alasan utama minat masyarakat yang tinggi pada etika komputer, yaitu :
• Kelenturan Logika.
• Faktor Transformasi.
• Faktor tak kasat mata.

HAK-HAK ATAS INFORMASI /KOMPUTER

Hak Sosial dan Komputer
Menurut Deborah Johnson, Profesor dari Rensselaer Polytechnic Institute mengemukakan bahwa masyarakat memiliki :
• Hak atas akses komputer
• Hak atas keahlian komputer
• Hak atas spesialis komputer
• Hak atas pengambilan keputusan komputer.

Hak Atas Informasi
Menurut Richard O. Masson, seorang profesor di Southern Methodist University, telah mengklasifikasikan hak atas informasi berupa :
• Hak atas privasi
• Hak atas akurasi
• Hak atas kepemilikan.
• Hak atas akses

Kontrak Sosial Jasa Informasi
Untuk memecahkan permasalahan etika komputer, jasa informasi harus masuk ke dalam kontrak sosial yang memastikan bahwa komputer akan digunakan untuk kebaikan sosial. Jasa informasi membuat kontrak tersebut dengan individu dan kelompok yang menggunakan atau yang dipengaruhi oleh output informasinya. Kontrak tersebut tidak tertulis tetapi tersirat dalam segala sesuatu yang dilakukan jasa informasi.
Kontrak tersebut menyatakan bahwa :
– Komputer tidak akan digunakan dengan sengaja untuk menggangu privasi orang
– Setiap ukuran akan dibuat untuk memastikan akurasi pemrosesan data
– Hak milik intelektual akan dilindungi

Kriminalitas di Internet (Cybercrime)
Kriminalitas siber (Cybercrime) atau kriminalitas di internet adalah tindak pidana kriminal yang dilakukan pada teknologi internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace atupun kepemilikan pribadi. Secara teknis tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi on-line crime, dan cybercrime. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, namun perbedaan utama diantara ketiganya adalah keterhubungan dengan jaringan informasi publik (baca: internet). Cybercrime merupakan perkembangan lebih lanjut dari kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komputer.

Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan.
Kejahatan yang terjadi di internet terdiri dari berbagai macam jenis dan cara yang bisa terjadi. Bentuk atau model kejahatan teknologi informasi (baca pada bab sebelumnya)
Menurut motifnya kejahatan di internet dibagi menjadi dua motif yaitu :
• Motif Intelektual. Yaitu kejahatan yang dilakukan hanya untuk kepuasan diri pribadi dan menunjukkan bahwa dirinya telah mampu untuk merekayasi dan mengimplementasikan bidang teknologi informasi.
• Motif ekonomi, politik, dan kriminal. Yaitu kejahatan yang dilakukan untuk keuntungan pribadi atau golongan tertentu yang berdampak pada kerugian secara ekonomi dan politik pada pihak lain.

Kejahatan komputer juga dapat ditinjau dalam ruang lingkup sebagai berikut:
– Pertama, komputer sebagai instrumen untuk melakukan kejahatan tradisional,
– Kedua, komputer dan perangkatnya sebagai objek penyalahgunaan, dimana data-data didalam komputer yang menjadi objek kejahatan dapat saja diubah, dimodifikasi, dihapus atau diduplikasi secara tidak sah.
– Ketiga, Penyalahgunaan yang berkaitan dengan komputer atau data,
– Keempat, adalah unauthorized acquisition, disclosure or use of information and data, yang berkaitan dengan masalah penyalahgunaan hak akses dengan cara-cara yang ilegal.
Menurut Bainbridge (1993) dalam bukunya Komputer dan Hukum membagi beberapa macam kejahatan dengan menggunakan sarana komputer :
– Memasukkan instruksi yang tidak sah,
– Perubahan data input,
– Perusakan data, hal ini terjadi terutama pada data output,
– Komputer sebagai pembantu kejahatan,
– Akses tidak sah terhadap sistem komputer atau yang dikenal dengan hacking.
Bernstein (1996) menambahkan ada beberapa keadaan di Internet yang dapat terjadi sehubungan lemahnya sistem keamanan antara lain:
– Password seseorang dicuri ketika terhubung ke sistem jaringan dan ditiru atau digunakan oleh si pencuri.
– Jalur komunikasi disadap dan rahasia perusahaan pun dicuri melalui jaringan komputer.
– Sistem Informasi dimasuki (penetrated) oleh pengacau (intruder).
– Server jaringan dikirim data dalam ukuran sangat besar (e-mail bomb) sehingga sistem macet.
Selain itu ada tindakan menyangkut masalah kemanan berhubungan dengan lingkungan hukum:
– Kekayaan Intelektual (intellectual property) dibajak.
– Hak cipta dan paten dilanggar dengan melakukan peniruan dan atau tidak membayar royalti.
– Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan penggunaan teknologi tertentu.
– Dokumen rahasia disiarkan melalui mailing list atau bulletin boards.
– Pegawai menggunakan Internet untuk tindakan a-susila seperti pornografi.

Sedangkan menurut Philip Renata ditinjau dari tipenya cybercrime dapat dibedakan menjadi :
a. Joy computing,
b. Hacking,
c. The Trojan Horse,
d. Data Leakage,
e. Data Diddling,
f. To frustate data communication atau penyia-nyiaan data komputer.
g. Software piracy yaitu pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI
(Hak Atas Kekayaan dan Intelektual).
Kerangka Hukum Bidang Teknologi Informasi
Dampak negatif yang serius karena berkembangnya teknologi informasi terutama teknologi internet harus segera ditangani dan ditanggulangi dengan segala perangkat yang mungkin termasuk perangkat perundangan yang bisa mengendalikan kejahatan dibidang teknologi informasi. Sudah saatnya bahwa hukum yang ada harus bisa mengatasi penyimpangan penggunaan perangkat teknologi informasi sebagai alat bantunya, terutama kejahatan di internet (cybercrime) dengan menerapkan hukum siber (cyberlaw).

Pendapat tentang Cyberlow
Munculnya kejahatan diinternet pada awalnya banyak terjadi pro-kontra terhadap penerapan hukum yang harus dilakukan. Hal ini direnakan saat itu sulit untuk menjerat secara hukum para pelakunya karena beberapa alasan. Alasan yang menjadi kendala seperti sifat kejahatannya bersifat maya, lintas negara, dan sulitnya menemukan pembuktian.
Hukum yang ada saat itu yaitu hukum tradisional banyak memunculkan pro-kontra, karena harus menjawab pertanyaan bisa atau tidaknya sistem hukum tradisional mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukan di Internet. Karena aktifitas di internet memiliki karakteristik;
– Pertama, karakteristik aktivitas di Internet yang bersifat lintas-batas, sehingga tidak lagi tunduk pada batasan-batasan teritorial.
– Kedua, sistem hukum traditional (the existing law) yang justru bertumpu pada batasan-batasan teritorial dianggap tidak cukup memadai untuk menjawab persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat aktivitas di Internet.
Kemunculan Pro-kontra mengenai masalah diatas ini sedikitnya terbagai menjadi tiga kelompok, yaitu :
• Kelompok pertama secara total menolak setiap usaha untuk membuat aturan hukum bagi aktivitas-aktivitas di Internet yang didasarkan atas sistem hukum tradisional/konvensional.
• Kelompok kedua berpendapat sebaliknya, bahwa penerapan sistem hukum tradisional untuk mengatur aktivitas-aktivitas di Internet sangat mendesak untuk dilakukan.
• Kelompok ketiga tampaknya merupakan sintesis dari kedua kelompok di atas. Mereka berpendapat bahwa aturan hukum yang akan mengatur mengenai aktivitas di Internet harus dibentuk secara evolutif dengan cara menerapkan prinsip-prinsip common law yang dilakukan secara hati-hati dan dengan menitik beratkan kepada aspek-aspek tertentu dalam aktivitas cyberspace yang menyebabkan kekhasan dalam transaksi- transaksi di Internet.
Pada hakekatnya, semua orang akan sepakat (kesepakatan universal) bahwa segala bentuk kejahatan harus dikenai sanksi hukum, menurut kadar atau jenis kejahatannya. Begitu juga kejahatan Teknologi Informasi apapun bentuknya tergolong tindakan kejahatan yang harus dihukum, pertanyaan yang sering diajukan adalah apakah perundangan di Indonesia sudah mengatur masalah tersebut?.

Pendapat dua kelompok di atas mendorong diajukannya tiga alternatif pendekatan dalam penyediaan perundang-udangan yang mengatur masalah kriminalitas Teknologi Informasi, yaitu :
– Alternatif pertama adalah dibuat suatu Undang – Undang khusus yang mengatur masalah Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi
– Alternatif kedua, memasukkan materi kejahatan Teknologi Informasi ke dalam amandemen KUHP yang saat ini sedang digodok oleh Tim Departemen Kehakiman dan HAM
– Alternatif ketiga, melakukan amandemen terhadap semua undang – undang yang diperkirakan akan berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi
Prinsip dan Pendekatan Hukum

Dengan adanya kejahatan-kejahatan dan kendala-kendala hukum bidang teknologi informasi seperti yang dibahas pada sub bab sebelumnya saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan Hukum Siber. Istilah hukum siber diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Technology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual.

Dalam ruang siber pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat karena hukum dan pengadilan Indonesia belum memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia.

Dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis jurisdiksi, yaitu :
– jurisdiksi untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe),
– jurisdiksi untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan
– jurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate).

Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
– Pertama, subjective territoriality,
– Kedua, objective territoriality,
– Ketiga, nationality
– Keempat, passive nationality
– Kelima, protective principle,
– keenam, asas Universality.

Asas Universality selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus siber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”.
Perspektif Cyber low dalam Hukum Indonesia

Dilihat dari kejadian-kejadian kriminalitas internet dan begitu berkembangnya pemakaian atau pemanfaaatan di Indonesia maupun di dunia Internasional, sudah saatnya pemerintah Indonesia menerapkan cyber law sebagai prioritas utama.

Urgensi cyber law bagi Indonesia terletak pada keharusan Indonesia untuk mengarahkan transaksi-transaksi lewat Internet saat ini agar sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati dan keharusan untuk meletakkan dasar legal dan kultural bagi masyarakat Indonesia untuk masuk dan menjadi pelaku dalam masyarakat informasi.

Pemerintah Indonesia baru saja mengatur masalah HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), No 19 tahun 2002. Namun undang-undang tersebut berfokus pada persoalan perlindungan kekayaan intelektual saja. Ini terkait dengan persoalan tingginya kasus pembajakan piranti lunak di negeri ini. Kehadiran UU tersebut tentu tidak lepas dari desakan negara-negara produsen piranti lunak itu berasal. Begitu juga dengan dikeluarkannya UU hak patent yang diatur dalam UU no 14 tahun 2001, yang mengatur hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Terlepas dari masalah itu, sebenarnya kehadiran cyberlaw yang langsung memfasilitasi eCommerce, eGovernment dan cybercrime sudah sangat diperlukan.
Perundangan Pemanfaatan Teknologi Informasi di Indonesia

Dalam RUU pemanfaatan teknologi informasi di Indonesia telah dibahas berbagai aturan pemanfaatan teknologi informasi atau internet di berbagai sektor atau bidang. Aturan ini dibuat karena kemunculan sejumlah kasus yang cukup fenomenal di dunia internet yang telah mendorong dan mengukuhkan internet sebagai salah satu institusi dalam arus utama (mainstream) budaya dunia saat ini.

Munculnya perundangan pemanfaatan teknologi informasi kerena didorong peritmbangan-pertimbangan seperti; pertumbuhan teknologi informasi yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat; globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan pemanfaatan teknologi informasi di tingkat nasional sebagai jawaban atas perkembangan yang terjadi baik di tingkat regional maupun internasional

Senin, 26 April 2010

PEMBUATAN DATABASE BANK DENGAN MENGGUNAKAN MySQL

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT.
Karena atas berkat dan rahmat nya, saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Pada kesempatan ini, saya akan menjelaskan database bank yang telah saya buat.


PENDAHULUAN

Bank sebagai lembaga perantara keuangan memberikan jasa-jasa keuangan baik kepada pihak yang memiliki dana bank-bank melakukan beberapa fungsi dasar sementara tetap menjalankan kegiatan rutinnya di bidang keuangan.
Fungsi dasar bank dapat dilihat dari keterangan berikut :

1. Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi.
2. Menciptakan uang.
3. Menghimpun dana dan menyalurkan kepada masyarakat.
4. Menawarkan jasa-jasa keuangan lain.
5. Menyediakan fasilitas untuk perdagangan internasional.
6. Menyediakan pelayanan untuk barang-barang berharga.
7. Menyediakan jasa-jasa pengelolaan dana.

Fungsi utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut penyimpanan nilai dan perluasan kredit. Sekarang ini bank adalah institusi yang memegang lisensi bank. Lisensi bank diberikan oleh otoriter supervisi keuangan dan memberikan hak untuk melakukan jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan dan memberikan pinjaman.

PEMBUATAN DABATASE

Dalam membuat database bank dengan menggunakan MySQL, kita harus membuat database terlebih dahulu.
Cara membuat database MySQL :
  1. Buka MySQL command, masukkan password yang kita buat waktu menginstall.
  2. Gunakan DDL CREATE untuk membuat database,contoh : create database bank;
  3. Gunakan syntax USE untuk menggunakan database yang telah dibuat,contoh : use bank;
contoh gambar sebagai berikut :


Untuk melihat database telah ada dapat mengetikkan perintah sebagai berikut :

show database;

maka tampilan nya kurang lebih seperti dibawah ini :



Untuk membuat tabel-tabel yang dibutuhkan adalah :
ketik create nama tabel yang akan dibuat beserta field atau banyaknya kolom pada tabel tersebut. Jika sudah kita dapat memasukkan nama-nama kolom tabel, type data tiap kolom, panjang karakter tiap type data, dan primary key tiap kolom.
contoh untuk tabel nasabah, maka perintah yang digunakan adalah sebagai berikut :

create table nasabah(id_nasabah varchar(7),nama_nasabah varchar(25),alamat text,no_telpn varchar(12));

dan untuk memberi primary key yaitu dengan cara mengetikan :

alter table nasabah add primary key(id_nasabah);

contoh gambar hasil dari perintah diatas adalah sebagai berikut :




Untuk melihat struktur tabel "nasabah" secara lebih detail, ketikkan perintah sebagai berikut :

desc nasabah;

dari perintah diatas, maka akan di tampilkan gambar tabel sebagai berikut :


Setelah melihat struktur tabel secara lebih detail, maka saya akan menambahkan beberapa record ke dalam tabel yang telah saya buat sebelumnya. Berikut ini perintah-perintah untuk menambahkan record ke dalam tabel nasabah :

insert into nasabah values('A001','Andika Suprapto','Jl. Mangga Tiga','087898765413');

Setelah perintah-perintah diatas berhasil, maka record atau data dalam tabel nasabah akan
bertambah. Jalankan perintah berikut ini untuk melihat isi tabel nasabah :

select * from nasabah;

maka tampilan nya akan sebagai berikut :




Jika kita ingin melihat apakah tabel yang dibuat sudah ada atau belum, ketikkan perintah berikut ini :

show tables;

contoh hasil dari perintah diatas adalah sebagai berikut :


Setelah melihat tabel, maka saya akan mengisikan record ke dalam tabel petugas dan melihat apakah sudah terisi atau belum dapat memberikan perintah sebagai berikut :

select * from petugas;




Kemudian saya mengisikan record lagi ke dalam tabel transaksi dan mengecek apakah record sudah terisi atau belum, dapat mengetikkan perintah :

select * from transaksi;




isi record kembali, kemudian chek pada tabel layanan. Ketikkan perintah sebagai berkut :

select * from layanan;




yang terakhir saya akan mengisi record pada tabel peminjaman, dan mengecek apakah sudah terisi atau belum. ketikkan perintah :

select * from peminjaman;




Demikianlah Database yang telah saya buat beserta tabel dan record di dalamnya. Mohon maaf apabila terdapat kekurangan.
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.